Salah satu tradisi yang dikembangkan oleh UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, pada setiap awal tahun akademik adalah menyelenggarakan pertemuan antara pimpinan, dosen, dan karyawan dengan para wali mahasiswa baru. Pada tahun akademik ini, acara itu dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 15 Agustus 2009. Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, hampir semua wali mahasiswa baru hadir, walaupun mereka berasal dari tempat yang jauh, misalnya Aceh, NTT, hingga Papua. Acara itu dikemas secara sederhana, yaitu diawali dengan memperkenalkan pimpinan universitas, fakultas, dan pengasuh ma’had kepada para wali mahasiswa baru. Selanjutnya, diberikan penjelasan tentang gambaran umum universitas, sistem pendidikan, fasilitas yang dimiliki, target yang ingin diraih dan gambaran masa depan pengembangan kampus. Informasi seperti itu dianggap penting diberiikan, agar terjadi suasana saling memahami dan selanjutnya semangat bekerjasama yang lebih baik antara kampus dengan orang tua, untuk mendapatkan hasil maksimal dari pelaksanaan pendidikan yang dikembangkan. Banyak hal menarik dari silaturrahmi itu, terutama lewat dialog, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal. Banyak pertanyaan dari wali mahasiswa, baik yang disampaikan secara lisan maupun tertulis. Hal yang saya rasakan menarik dari dialog itu, terbaca bahwa para wali mahasiswa baru sesungguhnya tidak saja menghendaki agar kampus memberikan pelayanan akademik, melainkan juga pembinaan kehidupan keagamaannya. Beberapa orang menyampaikan, bahwa mereka menjadikan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sebagai pilihan pertama, setelah melihat ke khasan pendidikan di kampus ini, berbeda dari lainnya. Mereka memandang bahwa model pendidikan integratif, yakni menyatukan antara tradisi perguruan tinggi dengan ma’had, dianggap tepat untuk zaman sekarang. Mereka menilai dan sekaligus berharap agar putra-putrinya diberikan bimbingan keagamaan yang cukup. Selain itu, ternyata tidak sedikit wali mahasiswa baru yang kegiatannya sehari-hari, adalah mengelola pendidikan, baik pendidikan umum atau pun juga pondok pesantren. Kehadiran mereka memenuhi undangan kampus sekaligus dimanfaatkan sebagai semacam studi banding. Mereka tidak saja ingin tahu, bagaimana mendapatkan dan mengelola dana pendidikan, sehingga kampus ini dalam waktu yang tidak terlalu lama berkembang hingga menyamai kampus-kampus yang telah maju sebelumnya, tetapi juga ingin mendapatkan pengalaman bagaimana mengelola organisasi dan juga pengembangan SDM dan lain-lain. Pertanyaan yang mereka ajukan juga terkait dengan bagaimana menggerakkan para dosen dan karyawan hingga mereka secara bersama-sama bersedia mencurahkan hidupnya untuk pengembangan pendidikan di kampus. Hal yang mereka dengar dan dianggap menarik selama ini bahwa sekalipun UIN berstatus negeri, sehingga seluruh karyawannya berstatus pegawai negeri, tetapi mereka tidak hanya bekerja sebagaimana pegawai negeri pada umumnya. Rupanya mereka paham bahwa pegawai negeri pada umumnya bekerja mengikuti aturan birokratis, kaku, disiplin, tetapi hasilnya selalu kurang maksimal. Padahal justru dengan cara-cara birokratis itu selalu saja terjadi penyimpangan dan bahkan juga korupsi. Atas pertanyaan itu, saya menjelaskan bahwa kunci keberhasilan pengembangan lembaga pendidikan adalah harus ada pemahaman dan tekat bersama, kesediaan berjuang yang diikuti oleh pengorbanan, ketulusan, jaringan kerjasama, dan tanggung jawab yang penuh. Para dosen dan juga karyawan selalu diajak agar bekerja sepenuh hati, tulus, dan ikhlas. Semua itu bisa berhasil jika diawali oleh para pimpinannya. Harus dikembangkan sebuah asumsi, bahwa semua orang akan mau bekerja dengan tulus, manakala ada kebersamaan di antara semua komponen yang ada. Orang bisa digerakkan secara bersama-sama, dalam waktu yang lama, manakala semua saja, yakni pimpinan dan seluruh anggotanya bergerak secara bersama-sama pula. Kebersamaan itu, saya katakan bagaikan sholat berjama’ah. Gerakan imam dan makmum selalu sama. Doa dan gerakan imam dan makmum dalam sholat berjama’ah sama. Demikian pula dalam menggerakkan kampus, atau lembaga pendidikan manapun yang diharapkan maju, semua pimpinan dan juga para dosen dan karyawan, harus diajak bekerja secara bersama-sama. Pimpinan tidak boleh hanya memerintah atau memberi komando, tetapi seharusnya bagaikan sholat berjama’ah harus memberi contoh, bekerja terlebih dahulu. Dalam dialog informal, setelah acara resmi selesai, saya menjelaskan bahwa kemajuan institusi adalah produk dari cara bersikap, berpikir, dan bekerja oleh semua pihak yang terlibat dalam pengembangan kampus ini. Oleh karena itu mengubah kampus agar menjadi maju harus dimulai dari mengubah sikap, pikiran, dan cara kerja oleh semuanya. Mindset semua orang di kampus ini harus diubah disesuaikan dengan kemajuan yang diinginkan. Jika pada masa sebelumnya, perkembangan kampus ini tidak terlalu cepat, sesungguhnya hanya disebabkan oleh karena, mindset yang dibangun tidak mendukung kemajuan itu. Saya menjelaskan bahwa, sesuai petunjuk al Qur’an, semua perubahan harus dimulai dari jiwa, atau saya menyebutnya mindset. Dalam al Qur’an disebutkan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum sepanjang kaum itu tidak mengubah apa yang ada pada dirinya, yakni “angfusihim”. Saya memberanikan diri, mengartikan “angfus” dengan jiwa atau mindset. Bahwa ternyata setiap orang memiliki jiwa yang berbeda-beda. Seorang petani, misalnya, memiliki jiwa petani. Peternak memiliki jiwa peternak, pedagang memiliki jiwa pedagang. Demikian pula profesi lainnya yang berbeda-beda memiliki jiwa yang berbeda-beda pula. Seorang guru, pedagang, broker, pejuang, akan memiliki mindset atau jiwa yang berlainan. Oleh karena itu, jika kita ingin mengubah institusi menjadi lebih maju, maka yang harus diubah terlebih dahulu adalah jiwa atau mindset seluruh orang yang berada di institusi itu. Silaturrahmi yang semula hanya dimaksudkan agar terjadi saling mengenal, ternyata sebagian wali mahasiswa baru, sudah sedikit banyak mendapatkan informasi tentang pengembangan kampus ini. Oleh karena itulah maka di antara mereka menghadiri pertemuan wali mahasiswa baru, dimaksudkan sambil sekaligus berharap mendapatkan pengalaman untuk mengembangkan lembaga pendidikan yang dikelolanya. Dari pertemuan dan dialog itu, saya sendiri menjadi semakin paham bahwa ternyata semangat masyakat dalam mengembangkan pendidikan sedemikian besarnya. Sehingga saya berpendapat, jika hal itu mendapatkan respon dari berbagai pihak, tidak terkecuali dari pemerintah, maka akan menjadi potensi yang luar biasa besarnya untuk pengembangan pendidikan, baik sekarang maupun masa yang akan datang. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang