Tantangan Usaha Ekonomi Kecil

Dalam berbagai kesempatan, saya sering mendengar banyak orang melihat pemandangan kontradiktif yang sedemikian menyolok, misalnya antara kekayaan alam negeri ini yang sedemikian melimpah dengan keadaan ekonomi rakyatnya yang masih banyak menderita kemiskinan. Orang lalu bertanya-tanya mengapa fenomena itu terjadi. Banyak orang lulus pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tingi, tetapi lalu menganggur. Sementara orang menganggap bahwa keadaan itu disebabkan oleh lemahnya jiwa dan kemampuan entrepeneursip, sehingga mereka memerlukan pendidikan yang terkait dengan itu. Para pengambil kebijakan membuat statemen bahwa diperlukan penguatan lifeskill, pendidikan kewirausahaan, dan lain-lain. Mereka mengira bahwa jika para pemuda memiliki jiwa dan kemampuan tersebut, akan secara otomatis memiliki peluang untuk mengembangkan wirausaha itu. Namun, apakah padangan seperti itu selalu benar. Tentu tidak begitu. Mereka yang memiliki jiwa dan ketrampilan berwirausaha, tidak selalu mudah untuk mengembangkan usaha di bidang ekonomi. Bahkan, jangankan bagi mereka yang masih baru taraf merintis, sedangkan yang sudah sekian lama berusaha pun tidak sedikit yang bangkrut. Akhir-akhir ini, kita lihat betapa banyak pengusaha kecil dan menengah bangkrut, mereka terpaksa harus menghentikan usahanya. Keberhasilan usaha di bidang ekonomi, oleh banyak orang hanya dilihat dari factor-faktor yang terbatas, misalnya dari ketrampilan, modal, dan jiwa bisnis yang seharusnya dimiliki. Padahal selain itu, masih ada faktor lain yang justru menentukan. Misalnya adalah kemampuan bersaing di tengah-tengah lingkungan yang sangat keras. Saya melihat bahwa faktor lingkungan itulah yang ternyata justru sebagai penentu. Namun factor ini tampaknya masih belum mendapatkan perhatian secara saksama. Mengamati kehidupan ekonomi, saya mendapatkan kesan, bahwa yang terjadi sebenarnya adalah bagaikan kehidupan ikan di samudera. Di samudera selalu hidup berbagai jenis ikan, mulai dari yang berukuran amat kecil, seperti nener, teri, hingga jenis ikan besar seperti hiu. Berbagai ikan tersebut tidak saja saling berebut dan bersaing mendapatkan makanan, tetapi ikan yang besar-besar seringkali juga menerkam dan memakan yang kecil. Ikan berukuran kecil yang biasa disebut nener, atau teri dihisap oleh ikan hiu. Memang masih ada bedanya, antara kehidupan ikan di laut dengan kehidupan ekonomi masyarakat. Kehidupan ikan di laut, di antara berbagai jenis ikan, tidak terorganisasi dalam organisasi. Dalam kehidupan ikan, tidak ada di antara mereka saling menjaga, melindungi, dan menghidupkan. Kehidupan ikan-ikan di laut sedemikian bebasnya, sehingga ikan besar bisa memangsa ikan-ikan kecil seenaknya. Akibatnya, ikan-ikan kecil sedemikian sulit berkembang, bertahan hidup, atau berjuang hidup untuk menjadi besar. Kehidupan ekonomi masyarakat sekalipun tidak persis, tetapi kadangkala terasa mirip dengan kehidupan ikan di laut. Pengusaha kecil yang sedang tumbuh, dibabat habis oleh pengusaha besar yang tidak mau mendapatkan saingan, dengan berbagai caranya. Dalam kehidupan ekonomi tidak ada rasa kasihan terhadap siapapun, termasuk terhadap meka yang masih sedang tumbuh. Yang justru selalu ada adalah sifat tamak dan rakus, sehingga menjadikan orang lain tidak kebagian. Contoh amat sederhana dari gambaran tersebut, bisa kita lihat dengan mudah, betapa banyak pengusaha kecil, toko-toko kecil, di berbagai tempat segera mati, karena tidak mampu bersaing dengan toko swalayan modern. Lebih mengenaskan lagi, tidak sedikit kemudian, para pemilik toko-toko kecil itu harus menjual asetnya kepada pemilik modal, dan kemudian mereka pergi menyingkir, atau menjadi pembantunya. Pemerintah mestinya berpihak dan melindungi mereka yang kecil-kecil ini. Tetapi dalam praktek, rupanya pemerintah pun tidak kuasa menghadapi pemilik modal besar itu. Keadaan seperti itulah yang sesungguhnya banyak terjadi di mana-mana, sehingga menjadikan wirausahawan baru tidak mudah tumbuh. Mereka tidak saja membutuhkan modal dan ketrampilan, tetapi juga perlindungan yang cukup. Pemerintah mestinya secara lebih jeli membuat regulasi, agar pengusaha kecil dapat bertahan hidup. Tetapi keadaannya masih berbalik, pengusaha kecil di mana-mana justru menjadi pihak yang terkalahkan. Bahkan tidak jarang usaha mereka digusur dengan paksa, dikejar-kejar, dan bahkan dirampas. Melihat kenyataan itu rasanya sedih, apalagi dalam keadaan tidak bisa berbuat apa-apa. Memang, tidak ada yang bisa disalahkan. Pengusaha kecil berusaha mencari nafkah, dan hanya cara itulah yang mereka bisa lakukan. Sedangkan penguasa tidak merasa salah, karena merasa bertanggungjawab menertibkan keadaan. Dua kepentingan inilah yang sering saling berbenturan. Ketika itu, akhirnya pengusaha kecil harus berhadapan dengan dua kekuatan besar sekaligus, yaitu pemilik modal dan juga penguasa. Oleh karena itu, upaya menumbuh-kembangkan wirausahawan baru, apalagi yang berukuran kecil, sesungguhnysa tidaklah mudah. Mereka membutuhkan kekuatan dan fasilitas, agar bisa bertahan dan berkembang. Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share