Wacana Sehat Dan Menyehatkan

Entah disadari atau tidak, bahwa cukup lama bangsa ini kebanjiran  wacana yang kurang menggembirakan. Suara  yang  bernada menyusahkan, memprihatinkan, membikin orang marah, mengerikan, semua itu sehari-hari diperdengarkan. Dengan demikian, seolah-olah pada bangsa ini tidak ada sesuatu yang indah, benar, atau hal-hal yang menggembirakan.

  Sehari-hari orang berbicara tentang korupsi, kolusi, nepotisme, penyimpangan seksual, narkoba, konflik, saling menuduh, menipu, memfitnah, menjatuhkan, saling membidik, mafia hukum, mafia pajak, dan hal-hal serupa yang terdengar menggelisahkan. Selain itu, juga terdengar jeritan tentang kelaparan, kemiskinan, putus sekolah, tidak mampu membiayai pendidikan, bunuh diri, meningkatnya orang gila karena frustasi dan berbagai macam lainnya.  Negara yang sebenarnya kaya raya dengan sumber daya alam seperti tanah yang luas dan subur, lautan yang luas, hutan, gunung, beraneka ragam tambang yang ada di mana-mana, seolah-olah tidak menjadikan para penghuninya berhasil mencukupi kebutuhan hidupnya. Oleh karena membanjirnya wacana yang bernuansa negative itu, seolah-olah bangsa ini seperti hanya kaya masalah dan problem-problem hidup yang tidak terselesaikan.   Sebagai akibat  wacana negative itu pula, maka  muncul suasana  banyak mengeluh, protes, menyalahkan pihak lain, menyesal,  persaan rendah diri, merasa tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Wacana negative juga berakibat melahirkan  citra diri bangsa yang kurang menguntungkan, seperti  anggapan  bahwa apa saja yang ada dan dimilikinya  adalah rendah, tertinggal, dan tidak memberikan harapan terhadap masa depan. Akhirnya banyak orang meningkalkan tanah kelahirannya pergi ke luar negeri, termasuk sekedar  mencari pekerjaan seadanya.  Anehnya, wacana yang   tidak menggembirakan itu kadang justru muncul dari  para  tokoh atau bahkan pemimpin bangsa ini. Mereka selalu  membandingkan  bahwa negeri ini kalah  maju dari  bangsa-bangsa lain. Seolah-olah mereka ingin meyakinkan bahwa b angsanya sendiri   tertinggal, terbelakang dan tidak berprestasi, sehingga  tidak ada yang patut dibanggakan. Mungkin cara itu awalnya  baik, bermaksud untuk menggerakkan semangat. Akan tetapi jika hal itu dilakukan secara terus menerus, selain menumbuhkan putus asa, juga  akan membentuk citra diri yang kurang menguntungkan.    Wacana seperti itu sebenarnya tidak menguntungkan. Suara-suara seperti itu menjadikan bangsa ini tidak akan bangga terhadap negerinya sendiri. Kerugian lainnya, tidak akan membawa rasa percaya diri dan bersyukur yang seharusnya ditumbuh-kembangkan. Seolah-olah apa saja yang berasal dari negerinya sendiri berkualitas rendah, ketinggalan, murahan dan,  sebaliknya. Apa saja yang dimiliki oleh orang lain lebih unggul, maju  dan berkualitas.     Wacana negative itu tentu akan melahirkan aura negative pula.  Dengan  berwacana negative, maka setidak-tidaknya  orang akan  menjadi sumpek, gelisah dan bahkan marah. Oleh karena itu, ajaran   Islam selalu menganjurkan  pada setiap saat  agar orang selalu mengingat Allah, berdzikir dengan kata atau kalimat yang mulia, seperti bertasbih, tahmid dan tahlil. Kata-kata indah, tinggi  dan mulia tersebut supaya selalu diucapkan agar menghiasi kehidupan sehari-hari.  Melalui kata-kata yang indah dan mulia, maka pikiran dan hati seseorang akan tenang dan akhirnya menjadi   sehat. Wacana atau kata-kata  akan berpengaruh terhadap  kehidupan  seseorang.  Oleh karena itu,  seharusnya  tidak semua kata secara mudah diucapkan.  Tatkala berbicara, maka   semestinya,  siapapun  memilih  kata  yang sekiranya enak didengar, menggembirakan,  sehingga   hati  menjadi  teduh dan tenteram.  Mungkin oleh sementara orang, berwacana  dianggap sederhana. Padahal sedemikian besar pengaruhnya terhadap kehidupan ini. Sebagai contoh, kata kebohongan yang diucapkan oleh para tokoh lintas agama pada akhir-akhir ini, ——-sekalipun maksudnya baik, ternyata  pengaruhnya sedemikian besar,  hingga   ternyata statemen itu mengakibatkan adanya   demonstrasi hingga  membawa korban segala. Wallahu a’lam.    

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share