Rasanya sedih dan prihatin, bangsa yang dikenal ramah, toleran, santun, dan saling hormat menghormati, ternyata dilanda konflik di berbagai tempat. Beberapa hari lalu konflik itu terjadi di Banten Jawa Barat, dan kemudian muncul lagi, bahkan berbau sara di Temanggung. Atas kejadian itu, semua orang merasa bersedih.
Peristiwa seperti itu mestinya tidak terjadi. Sebab terkait kerukunan sudah selalu disuarakan, tentang betapa penting dan harus dijaga bersama. Juga selalu disebut-sebut bahwa selaju apapun pembangunan bangsa ini, jika persatuan dan kesatuan tidak berhasil dibina dan dipelihara, maka semua yang diraih akan bisa musnah dalam waktu yang tidak lama. Pandangan tersebut tentu tidak akan terbantahkan kebenarannya dengan bukti-bukti yang ada selama ini. Tatkala para pihak-pihak yang bertikai sudah saling melakukan penyerangan, pengrusakan dan membakar fasilitas yang ada, maka dalam waktu singkat, berapapun besarnya nilai benda-benda yang ada akan musnah. Orang yang sedang marah biasanya tidak mempertimbangkan tentang harga barang yang dirusak. Semakin berhasil merusak barang yang berharga dan dianggap penting oleh mereka yang dianggap musuh, maka justru merasa puas. Akibat konflik dan kerusuhan itu, semua pihak menjadi kebingungan, apa sebenarnya yang sedang terjadi dan bagaimana mencegah peristiwa serupa di kemudian hari. Di antara tokoh menganalisis dan ingin menemukan pihak-pihak yang telah melakukan kesalahan. Sebagian lain mencari alternative pemecahan yang bisa dilakukan. Sedangkan sebagian lagi lainnya, membuka-buka peraturan yang ada atau yang mungkin bisa diadakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Melalui tulisan singkat ini, saya ingin menambahkan dua hal lagi yang sekiranya perlu direnungkan untuk mengurangi terjadinya konflik yang tidak diinginkan tersebut. Pertama, sebenarnya sudah lama rakyat menunggu tauladan dari para tokoh, elite atau pimpinan negeri ini. Sebab selama beberapa tahun terakhir, konflik antar elite telah terjadi dan disaksikan secara terbuka oleh rakyat lewat berbagai media. Rakyat sehari-hari pada akhir-akhir ini disuguhi berita tentang konflik antar elite, mulai peristiwa yang terkait dengan pilkada di berbagai daerah, konflik antara KPK, Kejaksanaan, dan Kepolisian, konflik antara eksekutif dan legislatif dalam penyelesaian Bank Century, kritik keras para tokoh agama terhadap pemerintah hingga bisa dimaknai konflik dan seterusnya. Konflik antar elite sebenarnya disamping menggelisahkan rakyat juga sekaligus memberikan tauladan yang kurang semestinya.. Kedua, terkait dengan pelayanan ummat. Banyak cerita bahwa pada zaman dahulu, para tokoh agama di berbagai tingkatan selalu hadir di tengah-tengah masyarakat bawah. Mereka memberikan nasehat, siraman rohani, harapan masa depan, penjelasan yang meneduhkan. Sehingga kehadiran para elite agama dianggap bagaikan orang tuanya sendiri yang menebarkan kasih sayang kepada semuanya. Para elite agama pada umumnya, dulu datang ke dsesa-desa, daerah-daerah pinggiran, tempat-tempat kumuh, bahkan sampai ke puncak-puncak gunung, mereka membawa berita gembira, disampaikan kepada ummatnya masing-masing. Rasanya akhir-akhir ini, apa yang terjadi di masa lalu itu sudah jarang ditemukan. Dengan alasan keterbatasan dana, kegiatan itu berhenti, sehingga masyarakat bawah seolah-olah kehilangan pemimpin yang sebenarnya. Kehadiran para tokoh agama kharismatik yang selalu memberikan pencerahan dan meneduhkan tersebut pada waktu tertentu, ——di masa kampanye, telah digantikan oleh tokoh-tokoh politik dengan janji-janji yang tidak terlalu jelas. Bahkan pemimpin yang meneduhkan sebagaimana yang disebutkan itu orientasinya juga telah berubah dengan nuansa baru, yaitu suasana transaksional, karena sarat dengan kepentingan politik. Kiranya dalam suasana seperti sekarang ini, perlu para elite agama kembali pada perannya semula, yaitu sebagai pengayom ummat, dengan kasih sayang, sabar dan keikhlasannya. Membina ummat di tingkat bawah tidak cukup ditempuh melalui pendekatan organisatoris dan transaksional sebagaimana yang berkembang dan terjadi pada akhir-akhir ini. Selain itu, dakwah agama pada masyarakiat yang semakin konflek seperti sekarang ini perlu disampaikan dengan tawaran-tawaran baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat bawah selain membutuhkan perhatian, kasih sayang dan sapaan, juga memerlukan jawaban kongkrit dari persoalan yang dihadapi oleh mereka pada saat ini. Saya masih yakin, manakala para elite agama benar-benar bersedia mendekat mereka, agama akan menjadi kekuatan untuk menyelesaikan berbagai problem masyarakat pada saat ini, dan bukan sebaliknya. Intinya adalah, bahwa harus ada ketauladanan dari semua tokoh, pimpinan dan elite bangsa ini dan sekaligus juga kesediaan selalu berada di tengah-tengah mereka memberikan panduan dan berbagi kasih sayang. Dengan semangat berdakwah, para elite agama mestinya mengulurkan tangan dan membuat teduh semua pihak. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang