Saturday, 5 October 2024
above article banner area

Memaknai HUT Kemerdekaan

MENJELANG 17 Agustus masyarakat tiba-tiba disibukkan dengan berbagai kegiatan dalam rangka memeriahkan HUT Kemerdekaan Indonesia. Hari tersebut rutin diperingati setiap tahun dengan cukup meriah dan hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai golongan turut berpartisipasi aktif dalam memeriahkannya.
Namun, ironisnya selama ini masyarakat Indonesia justru terlalu larut dalam euforia kemeriahan perayaan semata. Sehingga peringatan HUT Kemerdekaan RI terkesan seremonial belaka.

Setiap peringatan HUT kemerdekaan RI sebenarnya ada hal yang jauh lebih penting dari sekedar luapan kemeriahan, yaitu bagaimana bangsa Indonesia mampu merefleksikan makna dari kemerdekaan itu sendiri. Termasuk bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat rahmat-Nya bangsa ini bisa merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, walau harus ditebus dengan darah para syuhada atau pahlawan yang gugur dalam medan perang.

Kini kita sudah merdeka, namun kemerdekaan bukan berarti akhir dari perjuangan bangsa ini. Seperti ungkapan Bung Karno, the founding fathers, kemerdekaan adalah jembatan emas yang merupakan jalan untuk mencapai suatu tujuan yang luhur.

Makna dari merdeka sejatinya, merupakan persoalan pribadi sebelum menjadi persoalan bangsa. Belumlah merdeka sebuah negara yang individu masyarakatnya masih merasakan adanya penjajahan dan penindasan model baru seperti sekarang ini. Maka, sesungguhnya merdeka adalah pertarungan jati diri personal sebelum menjadi perjuangan entitas sebuah bangsa.

Makna merdeka bagi individu masyarakat pun harus diluruskan kembali karena selama ini sering kali disalahartikan. Individu sering memaknai kemerdekaan sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya, hingga menjadi kebablasan.

Kita harus menyadari, kemerdekaan sejati akan tercapai ketika para individu sudah bisa mengekang diri dari perilaku yang bisa melanggar atau mencederai kemerdekaan dan hak asasi orang lain.

Kemerdekaan sejati mensyaratkan adanya hukum, peraturan, serta norma-norma yang harus kita taati bersama untuk tetap menjaga kekokohan kemerdekaan itu sendiri. Manakala setiap individu telah berlomba-lomba melanggar hukum, peraturan, serta norma-norma yang telah disepakati bersama, maka sejak itulah kemerdekaan yang ada akan dengan mudah diruntuhkan kembali.

Tahun ini genap 66 tahun sudah usia kemerdekaan NKRI. Itu artinya, sudah banyak gemblengan dan proses pendewasaan yang dialami bangsa ini. Namun, masih begitu banyak dan kompleks masalah, ancaman, serta tantangan yang harus dihadapi bangsa ini ke depan. Mulai dari kemiskinan, korupsi, terorisme, kriminalitas, kemerosotan moral, dan sebagainya.

Memang tidak mudah menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang semakin ruwet itu dan kita tidak bisa banyak berharap kepada pemerintah. Mestinya, bangsa ini segera bangkit, singkirkan segala ego dan bergerak bersama untuk tuntaskan berbagai persoalan bangsa yang tak kunjung usai secara bijak.

Mungkin saja negara ini belum membuat kita merasa nyaman tinggal di dalamnya. Jangan pusingkan dulu soal maraknya korupsi, moral bangsa, kemiskinan, pengangguran, ataupun pendidikan yang tak kunjung usai. Bagaimanapun kondisinya, ini tetaplah Tanah Air tercinta kita.

Jangan sia-siakan waktu luang yang dimiliki bangsa ini hanya untuk saling adu jotos, saling curiga, atau hal-hal tidak penting lainnya. Coba pikirkan apa karya atau prestasi yang bisa kita persembahkan untuk bangsa dan negara ini. Saatnya kita mengisi kemerdekaan yang telah diraih para pahlawan bangsa dengan terus produktif berkarya dan tulus mengabdi untuk kemajuan bangsa dan negara ini.

Cipto Wardoyo
Mahasiswa Filsafat dan Sosiologi Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

okezone.com

Share
below article banner

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *