Sulit untuk mengases berbagai tujuan dalam pendidikan, tetapi keterampilan dan sikap itu merupakan hal yang mendasar dalam pembelajaran dan perkembangan peserta didik di masa datang. Sebaiknya, kita harus mencoba mengases semampu kita. Contoh di bawah ini digunakan untuk mengases empat level keterampilan dan prestasi atau pencapaian sikap.
- A. Keterampilan keseluruhan: Kerjasama
Kerjasama menuntut banyak keterampilan lain seperti mendengarkan, mengekspresikan dengan jelas dan lain-lain. Kerjasama berarti mampu bekerja dengan orang lain dan menerima beragam peran yang melibatkan kegiatan mendengar, menjelaskan, bernegosiasi, dan berkompromi.
|
Peserta Didik A |
Peserta Didik B |
Tahap 1: dapat dikerjakan dengan mitra secara bergiliran untuk mendengar, berbicara, dan berbagi gagasan dan sumber |
|
|
Tahap 2: dapat menerima pendapat orang lain yang berbeda secara kritis. |
|
|
Tahap 3: dapat bekerja dalam kelompok gabungan (usia/kemampuan/jenis kelamin) Dapat bernegosiasi dengan pandangan yang berbeda |
|
|
Tahap 4: dapat mengarahkan kelompok gabungan. Dapat memberikan saran alternatif untuk memecahkan masalah dengan menggunakan strategi kooperatif |
|
|
- B. Sikap: Empati
Dalam hal ini empati merupakan suatu perilaku sensitif terhadap perasaan dan sudut pandang orang lain.
|
Peserta Didik A |
Peserta Didik B |
Tahap 1: dapat menerima adanya sisi ketidaksetujuan. Dapat berbagi perasaan dan mendeskripsikan perilaku. |
|
|
Tahap 2: dapat mengutarakan karakter perasaan dalam cerita Dapat mengenali peserta didik atau orang dewasa sebagai alasan untuk memperoleh hal yang berbeda |
|
|
Tahap 3: dapat menjelaskan bahwa orang melakukan hal dengan cara berbeda karena latar belakang dan situasinya Mampu menghadapi penghinaan di sekolah yang diakibatkan perbedaan jender, kecacatan, kebangsaan atau kemiskinan |
|
|
Tahap 4: dapat menolak pernyataan stereotip yang ditujukan kepada orang yang berbeda dengan dirinya |
|
|
Kegiatan yang sering digunakan dalam penilaian otentik dan berkelanjutan termasuk penilaian kinerja dan produk. Penilaian kinerja meliputi: investigasi IPA; pemecahan soal matematika dengan menggunakan benda nyata; pertunjukkan tari; bermain peran dengan dua atau tiga peserta didik lain; mendramatisasi bacaan; memukul bola dalam permainan voli, dan lain-lain. Produk yang dapat diases meliputi: ilustrasi atau gambar; sebuah model yang berkaitan dengan fenomena ilmiah; esai atau laporan; lagu yang ditulis dan diciptakan oleh peserta didik.
Kesalahan-Kesalahan dalam Asesmen
Dalam pelaksanaan suatu asesmen, biasanya tidak luput dari adanya suatu kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi:
- Hasil akhir untuk peserta didik harus berhubungan dengan apa yang dapat mereka lakukan sebelumnya dan apa yang dapat mereka lakukan sekarang. Hal ini tidak ada hubungannya dengan tes standar yang dilakukan tiap akhir tahun ajaran. Peserta didik dalam kelompok usia atau kelas yang sama mungkin mempunyai setidaknya tiga tahun perbedaan dalam hal kemampuan umum di antara mereka dan dalam matematika bisa sampai tujuh tahun perbedaannya. Ini berarti bahwa membandingkan sesama peserta didik dengan menggunakan tes yang distandarisasi adalah tidak adil untuk banyak peserta didik.
- Seorang guru, orangtua atau pengasuh harus melihat tes akhir tahun ini sebagai penilaian penting pada peserta didiknya. Salah satu penyebab utama rendahnya penghargaan diri peserta didik adalah kompetisi, khususnya di sekolah. Tes akhir tahun harus menjadi salah satu komponen penilaian komprehensif dari kemajuan peserta didik. Penilaian ini ditujukan pada peningkatan kesadaran guru, peserta didik dan orangtua atau pengasuh tentang kemampuan peserta didik. Ini juga harus digunakan untuk mengembangkan strategi untuk kemajuan selanjutnya. Kita tidak boleh menekankan pada kelemahan atau kekurangan peserta didik. Tapi, kita harus menghargai apa yang telah dicapai peserta didik dan menentukan bagaimana kita dapat membantu mereka untuk lebih giat belajar.
Penilaian otentik dan berkelanjutan dapat mengidentifikasi apa yang dipelajari peserta didik serta beberapa penyebab mengapa peserta didik tidak belajar (kadang dijabarkan sebagai “lamban belajar”).
Beberapa alasan tersebut antara lain:
- Peserta didik belum mengerti keterampilan yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tersebut. Banyak tugas belajar yang berurutan, khususnya dalam matematika dan bahasa. Peserta didik perlu belajar satu keterampilan seperti berhitung 1 sampai 10, sebelum mereka dapat mengerjakan pengurangan bilangan.
- Metode pengajaran tidak tepat untuk peserta didik tersebut.
- Peserta didik mungkin memerlukan lebih banyak waktu untuk melatih apa yang telah dia pelajari.
- Peserta didik menderita kurang gizi atau kelaparan dan tidak termotivasi.
- Peserta didik memiliki masalah emosi atau fisik yang menyebabkan kesulitan belajar.
Jika seorang peserta didik memiliki kesulitan, maka dapat dilakukan penilaian berkelanjutan menggunakan metode otentik yang dapat mengungkap kesulitan peserta didik. Melalui informasi ini kita dapat memberikan bantuan remedial kepada peserta didik. Kita hendaknya paham bahwa tidak semua peserta didik belajar dengan cara dan kecepatan yang sama. Beberapa peserta didik mungkin tidak hadir selama tahapan penting dalam urutan pembelajaran. Pengajaran tambahan, digunakan pada waktu yang tepat, dapat juga diberikan dengan cara lain untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang ketinggalan pelajaran. ‘Mitra belajar’ yang telah memperoleh keterampilan dengan standar yang optimal, dapat diminta bantuannya untuk membantu mereka yang tidak hadir atau membutuhkan perhatian lebih banyak.