nisbah kelamin dalam genetika

Organisme yang digunakan oleh T.H. Morgan dalam penelitian genetika adalah salah satu spesies lalat buah yaitu Drosophila melanogaster yang memiliki keistimewaan jumlah kromosomnya sedikit dan kromsom homolog pada sel germ jantan tidak mengalami pindah silang. Kimball (1983) menyebutkan D. melanogaster digunakan dalam penelitian genetika karena beberapa alasan: ukuran tubuh relatif kecil, sehingga populasi yang besar mudah dipelihara dalam laboratorium; mudah diamati; mempunyai daur hidup yang sangat cepat, dalam dua minggu dapat dihasilkan satu generasi dewasa yang baru; dan lalat betina menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam siklus hidupnya sangat pendek. Setiap makhluk hidup mempunyai kemampuan untuk mempertahankan diri dan berkembang biak baik secara aseksual maupun seksual. Borrow (1992) dalam Farida, (1996) menyebutkan bahwa D. melanogaster mempunyai kelenjar ludah kromosom raksasa yang telah banyak digunakan secara ekstensif dalam penelitian genetika.

Lalat Drosophila jantan memiliki perbedaan dengan lalat Drosophila betina yang terletak pada ukuran tubuh, bentuk ujung abdomen posterior, segmen garis hitam pada abdomen posterior serta ada tidaknya sisir kelamin (sex comb). Bridges (1910) dalam Farida (1995) menyebutkan bahwa mekanisme penentu ekspresi kelamin pada D. melanogaster lebih tepat didasarkan pada teori perimbangan genetik. Teori ini dinyatakan dengan indeks kelamin yaitu kromosom X dibagi banyaknya autosom pada suatu pasangan atau X/A. Pai (1985) dalam Corebima (2004) menyebutkan mekanisme tersebut sebagai suatu ”mekanisme keseimbangan determinasi kelamin”, sedangkan Stansfield (1983) dalam Corebima (2004) menyebutnya sebagai ”keseimbangan gen”. Selanjutnya Corebima (2004) menjelaskan bahwa dalam ekspresi kelamin yang menentukan jenis kelamin adalah gen, yaitu gen yang bertanggungjawab atas penentuan jenis kelamin (ekspresi kelamin).

Herskowitz (1973) dalam Farida (1996) menyatakan bahwa nisbah kelamin adalah jumlah individu jantan dibagi dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama. Gardner (1984) dan Maxson (1985) dalam Farida (1996) menyatakan bahwa konsekuensi dari hukum segregasi (pemisahan) Mendel dan adanya fertilisasi secara acak pada pasangan kromosom, jenis kelamin diramalkan akan terjadi dengan nisbah 1:1. Pada Drosophila melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah (tidak 1:1) (Farida, 1996). Nurjanah (1998) menyatakan bahwa jenis kelamin yang diramalkan akan terjadi nisbah kelamin 1:1 pada D. melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah kelamin (tidak 1:1). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyimpangan nisbah kelamin yaitu: viabilitas, pautan gen resesif lethal, karakteristik fisik spermatozoa, gen transformer (tra), suhu dan segregation distortion (Farida, 1996). Adanya alel resesif autosom yang disebut transformer (tra) dari persilangan antar betina carier resesif tra (tra tra xx) dengan jantan homozigot resesif tra (tra tra xy), pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan dengan betina yang tidak normal yaitu 3 : 1 (Rothwell, 1983).

Share