Sukses Anak Betawi di Benua Hitam
Sukses Anak Betawi di Benua Hitam
Sukses Anak Betawi di Benua Hitam
Rabu, 11 April 2012 10:07 Ketika banyak pengusaha enggan berbisnis di luar Indonesia, Sariat Arifian justru telah berjaya di Afrika. Sejak 2004, putra Betawi ini memang menyasar pasar Republik Afrika Selatan (Afsel), melalui perusahaannya PT Lautan Asanda Lima (LAL) yang bergerak di bidang shipping dan forwarding.
Bisnis Sariat awalnya berkat pesanan mitranya di Afsel, yakni New South Africa Shipping Company â agen ekspor-impor yang berbasis di Durban, pelabuhan tersibuk di Afrika. Di Indonesia, Sariat membeli aneka produk secara langsung atau eceran dari produsen, lalu dibawa ke AfSel. Proyek pertamanya, LAL mengirimkan daun pintu berbahan kayu meranti merah yang tidak cepat memuai ketika musim panas. Dari situ, LAL kemudian merambah bisnis pengiriman glassware, makanan, bubuk cokelat, dan mi instan. âPeluangnya ada dan kami bisa,â ujar Muhammad Satria Islami yang menemani Sariat saat wawancara dengan SWA. Satria adalah adik Sariat yang mengurusi bisnis LAL di Indonesia.
Pada 2007, Alex Alamsyah, rekan Sariat di Johannesburg yang mempromosikan mi instan merek Indomie di Afsel, mengusulkan berbisnis makanan. âNamanya mencoba, ya tidak bisa buat cari untung. Di coba-coba saja dulu,â ungkap Sariat. Tahun 2009, Sariat mengirimkan 2 kontainer produk Indofood dan dipasok ke toko-toko Cina di Afsel. âMitra produsen makanan di Indonesia, produknya campur-campur. Kami pilih-pilih. Produk makanannya ada 70 item, yang paling laku adalah bumbu nasi goreng, ikan Jepronx, dan bumbu rendang,â tutur Sariat.
Selain sebagai agen pengiriman, ia juga menghubungkan antara pembeli di Afsel dan produsen di Indonesia. âKami juga meng-create bisnis. Mempertemukan antara buyer dan penjual,â ujar Sariat yang sejak 2007 tinggal di Johannesburg untuk mengetahui lebih dalam pasar Afsel.
Selain ke Afsel, LAL juga melayani pengiriman barang ke Arab Saudi, Afrika Timur dan Afrika Barat. âNamun, yang paling dominan kami kirim ke Afrika Selatan. Secara reguler kami juga kirim ke Bombassa Port di Kenya dan Maputu di Zimbabwe,â ujar Satria.
Sariat mengklaim, pihaknya menguasai pangsa pasar shipping ke Afsel sebesar 25% dibanding perusahaan shipping lain yang rata-rata hanya 2%. âKalau untuk pasar Afrika Selatan, bisa dikatakan kami leading. Kompetitor shipping kebanyakan perusahaan asing. Perusahaan Indonesia tidak ada,â kata Sariat yang enggan memaparkan omzet bisnisnya.
Sejak 2005, LAL bisa mengirimkan sekitar 1.000 kontainer per tahun. Jumlah ini bertahan hingga 2007. Sayang, setelahnya, akibat krisis keuangan di Eropa dan Amerika Serikat, volume pengirimannya mulai menurun. Ditambah, persaingan yang kian ketat membuat bisnisnya kian sulit. âSekarang, hampir semua pemain buka servis ke sana sejak Piala Dunia lalu. Penurunan volume bisa mencapai 25% yang masih berlangsung hingga sekarang,â ujar Sariat. Kendala lain, lanjutnya, gencarnya serbuan produk Cina.
Menyikapi penurunan tersebut, Satria berusaha mendekati pelanggan secara rutin, serta mempelajari kelebihan dan kekurangan kompetitor. Namun, LAL tak mau menurunkan harga karena nantinya sulit untuk menaikkannya kembali.
Kendala lainnya lagi, menurut Sariat, kurang agresifnya Pemerintah Indonesia memperkenalkan kebudayaan dan bisnisnya di Afsel. Ia membandingkan dengan Pemerintah Thailand yang sangat agresif dan integratif memajukan industri kulinernya di Afsel. Dari mulai produksi, manajemen rantai pasokan sampai promosinya diperhatikan sungguh-sungguh. Hasilnya, di tiap distrik Afsel terdapat minimum dua restoran Thailand. Selain itu, maskapainya juga disinergikan. Caranya, saat pengusaha makanan dalam negeri Thailand mengangkut bahan makanan melalui Thai Airlines, mereka diberikan diskon.
Sariat menyadari, tantangan bisnis antarbangsa dan antarnegara adalah faktor kepercayaan. Maka, ia aktif memperkenalkan diri sekaligus budaya Indonesia melalui pencak silat. Saat ini, jumlah murid pencak silatnya mencapai 400 orang dengan satu pengajar yang juga menetap di sana, Prihardjono. Upaya ini mengikuti jurus Pemerintah Thailand yang telah membuka klub Muay Thai di setiap distrik di Afsel.
Ke depan, untuk mengembangkan pasar dan meningkatkan kepercayaan penduduk Afsel terhadap Indonesia, setiap tahun Sariat mengirim para pemuda Afsel ke Indonesia untuk belajar kepemimpinan dan pencak silat selama 40 hari penuh. âTahun lalu kami kirim lima orang bekerja sama dengan Al Azhar Youth Leader Institute. Mereka dilatih, belajar tentang leadership, pencak silat, angklung, macul, dan yang paling penting belajar tentang ekspor negara Indonesia,â paparnya. Mereka juga diajak mengunjungi pabrik furnitur Olympic. Ini penting karena menurut Sariat, 90% captive market furnitur di Afsel adalah furnitur knock down. âHarapannya, 10 tahun lagi, siapa tahu merek Olympic bisa kebangun di sana,â ujarnya.
Karena Sariat tak hanya berbisnis secara standar, banyak perusahaan di Indonesia kepincut bekerja sama. âPak Sariat bersedia membantu mengantar saya ke tempat-tempat furnitur di Afrika Selatan yang memang berpotensi menjadi pasar produk saya,â ujar Ida Ruslina, Wakil GM Pemasaran Internasional PT Cahaya Sakti Furintraco (Olympic Furniture), yang sejak 2003 mengirimkan produknya melalui LAL ke beberapa negara di Timur Tengah dan Afrika seperti Dubai, Oman, Afsel dan Tanzania.
Dipilihnya LAL, lanjut Ida, karena faktor harga yang bersaing dan pelayanannya responsif. âJika kami meminta penawaran rate dari mereka, biasanya respons mereka paling cepat dibanding perusahaan lainnya,â ungkap Ida. Saran Ida untuk LAL, âPerbanyak destinasinya, lebih banyak buka lini baru.â (*/Swa.co.id)
Another articles:
* Dari Loper Koran Jadi Pengusaha Rental Mobil Mewah (2012-03-25) * Edi Kurniawan, Kembangkan Bisnis Tiket ke Biro Wisata (2012-03-25) * Kisah Mantan Sopir yang Jadi Juragan Rental Mobil Mewah (2012-02-20) * Faisal Nurdin Tahara, Bisnis Bermodalkan Kepercayaan (2011-12-15) * Chandra Lie: Yang Sudah Diucap Jangan Ditarik Kembali (2011-11-26)