Orang bijak berkata: jangan lihat orangnya, tetapi perhatikan apa yang dikatakannya (undzur ma qala wala tandzur man qala). Nasehat ini merujuk pada seringnya kejadian dimana orang sering tertipu oleh hallo effect. Karena yang berkata orang penting maka kata-katanya sering dianggap penting. Karena yang berkata orang pintar maka kata-katanya sering dipastikan benar, padahal belum tentu benar. Sebaliknya kata-kata orang kecil sering tidak diperhatikan meskipun benar.
Di sisi lain terkadang terjadi seseorang berkata yang sebenarnya dan perkataanya memang benar, tetapi perkataan itu tidak difahami oleh orang lain bahkan terkadang disalah fahami. Di sisi lain lagi ada seseorang yang berbicara tentang hal-hal yang tidak ada isinya, tetapi enak didengarnya dan banyak orang betah berlama-lama dengannya. Ada kata-kata yang setelah kita dengar langsung lewat dari telinga kiri ke telinga kanan, tak sedikitpun tertinggal di hati kita, tetapi ada kata-kata yang sangat singkat tetapi begitu kita dengar langsung menancap di hati mempengaruhi perilaku kita untuk waktu yang sangat lama.
Syahdan, dikisahkan dalam kisah sufi, bahwa Ibrahim bin Adham, seorang raja muda (putera mahkota) di negeri Khurazan Asia Tengah, sedang duduk di kursi kerajaannya. Tiba-tiba terdengar suara berderak di atas loteng langit-langit istananya. Sebagai seorang raja muda, ia sangat terganggu oleh suara berisik itu, maka secara spontan ia berteriak: hai siapa diatas itu ? terdengar jawaban dari atas: saya baginda.. Dengan heran campur marah Ibrahim bertanya: sedang apa kau disitu ?. Terdengar jawaban: sedang mencari kudaku yang hilang baginda. Dengar amat marah Ibrahim berteriak: dasar bodoh kamu, kenapa kau mencari kuda di loteng, disitu bukan tempat mencari kuda, wahai dungu !!! Tanpa di duga terdengar jawaban dari atas: Demikian juga baginda, jika baginda sedang mencari Tuhan, kenapa duduk di kursi kerajaan ! Baginda berada di tempat yang salah.
Mendengar jawaban singkat yang amat tenang itu, Ibrahim bin Adham kemudian terdiam. Kata-kata asing dari langit-langit istananya itu sungguh menyentuh nuraninya; suaranya mantap, kalimatnya jelas dan logikanya sangat kuat, sehingga keseluruhan kata-kata itu menjadi sangat berwibawa dan menggelitik jiwanya.
Berhari-hari kemudian Ibrahim bin Adham duduk menyendiri, merenungkan makna kata-kata orang asing itu, sampai akhirnya ia mengambil keputusan untuk meninggalkan tahta kerajaannya untuk kemudian menempuh jalan sufi. Dengan berpakaian sangat sederhana, Putera Mahkota itu mengembara mencari Tuhannya. Dua puluh tahun kemudian Ibrahim bin Adham dikenal sebagai ulama besar yang bermukim di Makkah dan menjadi rujukan utama ilmu tasauf.
Kisah tersebut menjadi contoh betapa kata-kata tertentu mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam mengubah perilaku manusia, dan betapa suatu logika mempunyai peran yang sangat besar dalam pengambilan keputusan, dan betapa paduan suara, kata-kata dan logika mempunyai daya panggil yang sangat kuat dan berwibawa terhadap seseorang.
Ternyata kata-kata disamping mempunyai kekuatan positif juga dapat menyebabkan timbulnya kebencian, iri hati, dengki dan salah faham. Tak jarang kata-kata singkat dapat memicu terjadinya pertumpahan darah diantara dua orang, atau bahkan peperangan besar diantara dua bangsa.
Dalam berkomunikasi interpersonal, kekuatan kata-kata (atau tulisan) yang dapat menjadi stimuli yang merangsang respon orang terletak pada jenis-jenis kekuatan sebagai berikut:
Keindahan bahasa, seperti bait-bait syair atau puisi. Syair Iqbal sangat besar kekuatannya hingga dapat menggerakkan sebagian penduduk India untuk membangun bangsa sendiri dan Negara sendiri, yaitu Pakistan. Pakistan adalah Negara yang lahirnya digerakkan oleh puisi Iqbal.
Kejelasan informasi. Informasi yang sangat jelas mempunyai kekuatan yang sangat besar yang dapat menggerakkan orang banyak untuk secara spontan melakukan sesuatu; mendukung, menolak, atau lari. Informasi yang jelas tentang akan terjadinya tsunami misalnya, akan membuat orang secara spontan lari meninggalkan tempat tinggalnya.
Logika yang sangat kuat. Hal yang sangat logis dapat mendorong orang untuk mengambil keputusan yang sangat berani, meski mungkin harus menghadapi resiko berat.
Intonasi suara. Suara berat, suara lembut, suara lantang, masing-masing mengandung kekuatan, sesuai dengan ketepatan timing. Suara berat cocok untuk teguran, suara lembut cocok untuk nasehat atau ungkapan cinta dan suara lantang cocok untuk agitasi. Bahkan sesungguhnya setiap huruf mempunyai power tertentu. Huruf sin, ha dan kho (Arab) mempunyai power spiritual, oleh karena itu kalimat doa dan wirid banyak menggunakan huruf itu, misalnya Bismillah, subhanalloh, alhamdu lillah, La ilaha illalloh. Dukun pun dalam mensugesti korban banyak menggunakan huruf ha, hahaha, hihihihi, huhuhuhu
Memberi harapan. Kata-kata yang memberi motivasi kepada orang yang sedang putus asa mengandung kekuatan yang luar biasa. Dalam keadaan terjepit, kata-kata: Tuhan akan menolong kita, Tuhan tidak tidur, Tuhan Maha Adil, bisa menggerakkan kekuatan untuk bertahan karena terbitnya harapan jalan keluar.
Memberi peringatan. Dalam keadaan bimbang dan bingung, kata-kata yang berisi peringatan dapat menyadarkan kembali posisi dan memantapkan tekad.
Ungkapan penuh ibarat. Kata-kata semisal: Tidak ada gelap yang selamanya atau habis gelap terbit terang, atau dibalik kesulitan ada kemudahan, atau tiada gading yang tak retak, atau setiap yang hidup pasti akan mati dan sebangsanya mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat pada saat-saat yang tepat.
Secara psikologis, bahasa mempunyai peran yang sangat besar dalam mengendalikan perilaku manusia. Bahasa ibarat remote control yang dapat menyetel manusia menjadi tertawa, sedih, menangis, lunglai, semangat dan sebagainya. Bahasa juga dapat digunakan untuk memasukkan gagasan-gagasan ke dalam pikiran manusia. Perbedaan struktur kata-kata juga mempunyai perbedaan efek psikologis. Misalnya seorang guru diperkenalkan dengan kata-kata: pak guru ini meski ilmunya sedikit tetapi mengajarnya enak difahami, berbeda dampak psikologinya jika diperkenalkan dengan kata-kata: pak guru ini ngajarnya enak sih, tapi ilmunya sedikit. Atau kalimat: Pak Gubernur itu orangnya lambat, tapi sangat hati-hati, berbeda dengan kalimat: pak Gubernur itu sangat hati-hati tapi lambat.
Wassalam,
agussyafii
Milis Eramuslim
Dikirim oleh: Agus Syafii