Janji Kebangsaan

 Untuk membamgun  kehidupan bersama,  maka biasa dibuat perjanjian yang harus ditaati oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kebersamaan itu. Nabi Muhammad sendiri juga pernah membuat perjanjian dengan  orang-orang nasranmi dan Yahudi  tatkala membangun masyarakiat Madinah. Atas dasar perjanjian itu, maka siapapun akan bisa hidup bersama, tanpa ada gangguan.

  Janji itu harus ditepati, apapun keadaannya. Islam juga membimbing agar ummatnya  selalu menapati janji. Sehingga menepati janji sebenarnya adalah merupakan bagian dari  menjalankan  agamanya sendiri. Dalam riwayat  dikatakan bahwa janji adalah hutang. Maka sebagai utang harus ditepati dan dibayarkan apapun resikonya.    Bangsa Indonesia, tatkala  memperjuangkan kemerdekaan  dari penjajah Belanda maupun Jepang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa dengan melibatkan  berbagai tokoh, aliran, etnis dan bahkan  agama yang berbeda-beda. Mereka menyatakan ingin membangun satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Kebersamaan dan kesatuan itu diikat oleh janji  yang  telah dirumuskan dan ikrarkan  bersama..   Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal ika,  dan NKRI adalah merupakan  janji yang telah disepakati itu. Sejak awal perjuangan,  bangsa Indonesia memang berbeda-beda, baik etnis, bahasa daerah, adat istiadat, dan bahkan agamanya. Namun  semuanya menyatakan bersatu, akan hidup  bersama di bawah sebutan sebagai  bangsa Indonesia.  Sejak terjadi kesepakatan itu hingga disebut sebagai bangsa Indonesia, maka bangsa ini  telah terdiri atas  orang-orang yang lahir dan hidup di Sumatera, Jawa, Sumatera,   Kalimantan, Bali, Nusatenggara, Sulawesi, Maluku, Papua, dan berbagai pulau  berukuran besar dan kecil lainnya. Mereka  juga terdiri atas etnis, bahasa daerah dan agama yang berbeda-beda. Pada saat-saat tertentu diperlukan, mereka bersedia melatakkan ikatan primordial dan berganti dengan ikatan kebangsaan sebagaimana janjinya itu.   Kesepakatan dan janji tersebut tidak boleh diingkari oleh siapapun  dan semua harus  tetap memeliharanya. Atas dasar kesamaan dan kebersamaan itu maka, tidak boleh sebagian merasa paling berhak  dan atau merasa lebih dari lainnya.  Seluruh wilayah yang terdiri atas pulau-pulau  dari Sabang hingga Merauke merupkan rumah besar bangsa ini yang dihuni secara bersama-sama,  menjadi identitas,  dan kebanggaan bersama.  Perbedaan di antara suku, etnis  dan atau agama tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk menyatakan lebih unggul.  Keperbedaan itu telah diakui dengan kalimat yang indah, yaitu Bhinaka Tunggal Ika.   Demikian pula, tidak diperbolehkan suatu  suku, agama, kelompok, atau jenis perbedaan lain dijadikan dasar menguasai dan apalagi menindas kelompok lainnya. Sebagai sama-sama penghuni rumah besar seharusnya saling menjaga dan atau merawatnya.   Demikian pula tatkala bangsa ini ingin membangun hingga menjadi maju dan sejahtera, maka pembangunan itu harus merata,  tanpa terkecuali,  yaitu mulai dari Sabang hingga Merauke, atau dari Aceh hingga kota yang paling timur di Papua, tidak peduli suku, bahasa daerah, adat istiadat dan agamanya.   Sehingga bangsa Indonesia dikatakan maju manakala rakyat Aceh yang mayoritas muslim berkembang dan maju, rakyat Bali yang beragama Hindu juga maju, rakyat Papua dan NTT yang mayoritas Kristen juga maju.   Selanjutnya manakala kemajuan dan  kehebatan kaum muslimin,  menjadikan  bangsa Indonesia   sebagai  rujukan dan tempat tujuan belajar bagi anak-anak dari berbagai negara Islam di dunia, maka  harus menumbuhkan   rasa bangga, tidak saja terhadap kaum muslimin, tetapi juga  kebanggaan rakyat Hindu yang ada di Bali, ummat Kristen  yang ada di NTT dan di Papua. Begitu pula seterusnya, ummat Islam harus merasa bangga tatkala Perguruan Tinggi Hindu di Bali  dinggap sebagai perguruan tinggi Hindu  paling unggul  di seluruh Dunia. Begitu pula lembaga pendidikan dan sosial agama lainnya, seperti Kristen, Protestan, Budha,  dan Kong Hu Cu harus maju dan menjadi kebanggaan bagi seluruh bangsa Indonesia,  tanpa terkecuali.  Demikian pula sebaliknya, adalah  sesuatu yang salah  manakala  muncul perasaan atau pikiran, misalnya khawatir  umat Islam maju, Hindu di Bali  maju, Kristen di Papua dan di NTT maju. Justru yang seharusnya diresahkan oleh seluruh bangsa ini adalah manakala sekolah-sekolah di Bali yang mayoritas Hindu tidak maju, sekolah-sekolah di Papua dan NTT yang mayoritas Kristen  tidak maju. Sebab disebut sebagai bangsa Indonesia maju, manakala masyarakat yang menghuni  rumah besar yang  berada di  pulau-pulau dari Sabang hingga Merauke maju dan makmur  seluruhnya.  Akhirnya,  itulah sebenarnya perjanjian kebangsaan yang telah dirumuskan dan diajarkan oleh pendiri bangsa ini. Lewat perjanjian dan kesepakatan  itu diinginkan agar masing-masing yang berbeda-beda  tersebut,   secara leluasa mengembangkan potensi dan aspirasinya. Di antara mereka tidak boleh ada pihak-pihak yang mengekang, menghalang-halangi dan menghambat.    Sebaliknya  justru seharusnya terjadi adalah,  mendukung dan mendorong  perkebangan sebagaimana yang dicita-citakan itu. Dengan janji kebangsaan itu, bangsa Indonesia  benar-benar akan menjadi damai dan bahkan tauladan bagi bangsa lain di dunia ini. Pandangan seperti ini yang seharusnya terbangun kembali tatkala bangsa ini sedang memperingati hari lahir Pancasila  pada setiap tanggal 1 Juni. Wallahu a’lam.       

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share