Menjadikan UIN Maliki Malang Sebagai Tempat Tujuan Belajar Bagi Mahasiswa Asing

Selama ini banyak perguruan tinggi, tidak terkecuali perguruan tinggi Islam,  hanya terfokus untuk melayani   mahasiswa yang berasal  dari dalam negeri  sendiri. Jika di perguruan tingggi dimaksud terdapat mahasiswa asing, jumlahnya tidak terlalu banyak. Beberapa perguruan tiggi yang sudah menjadi tujuan belajar mahasiswa asing misalnya :  UI, ITB, UGM, Unair, ITS dan yang setara dengan itu. Program studi yang diambil oleh mereka yang berasal dari luar negeri  juga terbatas, yaitu program studi tertentu yang di tempat lain belum tersedia atau kurang mencukupi.

  Sebaliknya, banyak anak-anak Indonesia dalam jumlah besar justru belajar ke luar negeri, baik atas beaya dari pemerintah —–merupakan beasiswa, atau beaya sendiri. Tentu,  yang disebutkan terakhir, hanya dilakukan oleh mereka yang secara ekonomi berkecukupan.  Bagi mereka yang berekonomi lemah, tidak akan bisa mengirim putra putrinya belajar ke luar negeri, kecuali mendapatkan beasiswa, baik dari pemerintah sendiri atau dari yayasan atau perguruan tinggi luar negeri yang dituju.   Mahalnya belajar di luar negeri menjadikan seseorang merasa telah mendapatkan nilai sosial lebih. Orang yang anaknya belajar di luar negeri, merasa bergengsi atau lebih unggul. Kiranya hal itu wajar, dalam kehidupan sosial,  selalu terjadi hal yang demikian. Jangankan soal menyekolahkan anak, tidak sedikit orang yang sebatas berbelanja dan juga berobat saja, merasa kurang terhormat jika tidak ke luar negeri, misalnya ke Singapura, Australia, Malaysia,  dan seterusnya. Pergi atau datang dari luar negeri dirasa sebagai kelebihan tersendiri, sekalipun sebatas belanja barang yang di Indonesia sendiri sebenarnya telah tersedia.   Kebiasaan masyarakat lebih menghargai produk asing,  termasuk terhadap pendidikan itu, semestinya harus segera diubah. Bangsa ini agar segera maju harus segera merasa, —–dalam hal-hal tertentu,  bahwa dirinya lebih unggul dari bangsa asing.  Sikap lebih membanggakan bangsa asing melebihi bangsa sendiri sebenarnya justru menunjukkan,  sikap tidak percaya diri. Padahal kapan pun orang yang tidak memiliki kepercayaan diri sendiri, tidak akan pernah maju.   Dulu pada awal kemerdekaan, Bung Karno berhasil membangun rasa percaya diri bagi bangsa ini. Sejak masa anak-anak, pemuda, dan juga orang dewasa ditanamkan rasa percaya diri, dan bangga menjadi bangsa Indonesia. Penanaman rasa percaya diri dikembangkan di antaranya melalui nyanyian yang sangat populer dilantunkan sehari-hari.  Sudah biasa, anak kecil menyanyikan lagu, bahwa bangsa Indonesia bukan  bangsa tempe.   Sebutan tempe, ketika itu,  menggambarkan kerendahan. Bangsa Indonesia bukan bangsa yang rendah. Bahkan tidak mau kalah dengan keputusan PBB sekalipun. Memang secara ekonomi, bangsa Indonesia masih lemah dan bahkan kethetheran, tetapi hati dan jiwanya, ketika itu  terasa sangat besar.      Kebanggaan terhadap negeri sendiri harus segera dibangun. Peluang yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan, di antaranya  adalah melalui pendidikan tinggi Islam. Selama ini, masyarakat dan bahkan juga pemerintah, hanya sebatas belajar agama, masih mengirim anak-anak ke luar negeri. Negara yang dituju biasanya kebanyakan ke negara-negara timur tengah, seperti ke Mesir, Saudi Arabia, Sudan, Yaman, Pakistan, Libia, Maroko,  dan sejenisnya.   Pengiriman anak-anak Indonesia untuk belajar agama  ke luar negeri sebenarnya hanya memperteguh bahwa bangsa ini seolah-olah, ——sebatas mengajar agama saja, belum mampu. Padahal sudah sekian lama bangsa ini mengembangkan lembaga pendidikan Islam, baik berupa pesantren atau bahkan lembaga pendidikan tinggi. Sebenarnya, lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia, ——-setahu saya,  setelah sekian kali berkunjung ke beberapa negara, seperti ke Yaman, Mesir, Saudi Arabia, Sudan, Irak,. Iran, Yordania, sebatas pengembangan bidang studi agama Islam, sama sekali tidak kalah. Bahkan beberapa di antaranya perguruan tinggi Islam di Indonesia sudah jauh lebih maju dari lembaga pendidikan di negara-negara asing tersebut.   Namun oleh karena bangsa ini sudah terlanjur memiliki pandangan bahwa,  apa saja  lebih unggul jika sesuatu itu adalah di luar  negeri, maka belajar agama pun harus ke luar negeri. Pandangan itu harus diubah, karena sangat tidak menguntungkan bangsa sendiri. Cara mengubahnya memang tidak mudah,  jika hanya dilakukan dengan cara berteriak-teriak,  mengatakan bahwa pendidikan Islam di Indonesia sudah maju. Apalagi, pada saat yang sama, kita juga melakukan upacara dan bahkan dengan sengaja memprakarsai penyelenggaraan seleksi masuk belajar agama ke negara-negara asing.   Seharusnya memang belajar  apa saja ke negara-negara asing tidak perlu dilarang. Nabi sendiri juga menganjurkan agar mencari ilmu hingga sampai ke negeri Cina. Tetapi kiranya yang dimaksudkan dengan ilmu ketika itu, bukan sembarang ilmu, misalnya adalah ilmu agama. Sepanjang di negara Arab ketika itu sudah tersedia, maka tidak perlu mengaji al Qurán dan hadits ke negeri Cina. Pemerintah  sudah waktunya mengambil kebijakan, yaitu  secara  selektif dalam mengirim calon mahasiswa belajar ke luar negeri.  Sebaliknya, pemerintah seharusnya justru  mendorong dan bahkan memfasilitasi agar PTAIN, mempromosikan diri, menjadi tujuan belajar agama Islam bagi orang asing.   UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan kekuatan yang ada, beberapa tahun terakhir ini, memperkenalkan diri ke beberapa negara asing agar bisa dijadikan tujuan belajar oleh mereka. Selama ini dalam batas-batas tertentu telah berhasil. Beberapa negara, melalui saluran-saluran yang ditemukan, telah ada kesediaan untuk mengirim calon mahasiswa ke UIN Maliki Malang. Awal bulan Agustus 2010 ini akan datang 12 calon mahasiswa dari Moskow, Rusia. Selebihnya, akan menyusul beberapa calon mahasiswa lainnya dari Yaman, Sudan, Palestina, Siria, Pilipina, Madagaskar, Thailand an lain-lain. Jumlah yang sudah terrinventarisasi secara keseluruhan, tidak kurang dari 52 orang.   Kehadiran mahasiswa asing, selain untuk membangun kepercayaan diri dan  menjadi kebanggaan, juga secara tidak langsung akan memberi makna yang besar bagi peningkatan kualitas akademik  para mahasiswa yang datang dari kota-kota di dalam negeri sendiri. Mereka akan merasa bahwa kampusnya  benar-benar telah dipercaya, dan bahkan oleh orang asing sekalipun. Cara –cara untuk membangun kebanggan terhadap kekuatan bangsa seperti ini,  harus dikembangkan secara cepat dan terus menerus.   Bangsa ini,  sebenarnya telah memiliki cukup banyak pakar tentang Islam. Selain itu, implementasi Islam di negeri ini cukup baik.  Terbukti, Indonesia berpenduduk muslim terbesar di dunia ini, dan berhasil membangun lembagaan yang cukup banyak, masyarakatnya hidup rukun dan damai,  sekalipun terdiri atas berbagai pemeluk agama. Atas dasar kenyataan itu, bukankah semestinya,  dalam soal melakukan kajian Islam,  berani  berdiri tegak  menjadi guru, dan bukan secara terus menerus menjadi murid, hanya belajar agama.  UIN Maulana Malik Ibrahim Malang bertekad, akan mempelopori kerja mulia itu. Wallahu a’lam.  

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share