PENDEKATAN KOLABORATIF PENGGERTAK KREATIVITAS
Di sekolah-sekolah yang runtuh dan di sekolah-sekolah Jepang umumnya (hingga saat ini pun masih banyak, yaitu di sekolah yang belum melakukan reformasi) terdapat fenomena-fenomena sebagai berikut:
- Guru mendominasi kelas;
- Metode yang sering digunakan adalah metode ceramah;
- Guru ada yang bekerja di tempat lain di luar bidang pendidikan;
- Hubungan guru dengan guru lain sebatas hubungan kedinasan;
- Guru menginginkan agar siswa berprestasi dengan jalan melakukan kompetisi dan karenanya guru selalu menuntut siswa supaya belajar lebih baik;
ย
Menurut Maori, ย Kepala Sekolah, SD Hamanogo, Chigasaki,ย untuk mengatasi permasalahan sekolah, mulailah dilaksanakan Learning Community. ย Ada 3 (tiga) slogan yang diterapkan di SD Hamanago yaitu: 1) menjamin hak semua untuk belajar; 2) guru dan staf saling mendukung untuk berkembang; 3) masyarakat dan orang tua bersama-sama belajar mengatasi permasalahan sekolah.
Dalam rangka menciptakan komunitas belajar, pendekatan kooperatif diganti dengan pendekatan kolaboratif. Pada pendekatan kolaboratif, pencapaian belajar oleh setiap siswa menjadi perhatian utama. Jadi guru harus menjamin hak setiap siswa untuk belajar dan mencapai hasil belajar dalam taraf yang hampir sama.
ย
1.ย Pengelompokan Siswa Dapat Menurunkan Semangat
Menurut Prof. Dr. Masaaki Sato (2006), berdasar kemampuan yang diperoleh dalam proses pembelajarannya, siswa dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu kelompok siswa A dengan hasil belajar yang baik (mampu, menguasai), kelompok siswa B dengan hasil belajar sedang dan kelompok belajar C dengan hasil belajar yang kurang (tidak mampu). Dengan demikian terjadi ketidakadilan pembelajaran, karena para guru umumnya hanya memperhatikan kelompok A atau B, sementara kelompok C menjadi kelompok siswa yang kurang mendapat perhatian. Mereka akan selalu tertinggal dan akhirnya frustasi.
Pengelompokan siswa secara artifisial pernah dilakukan di Jepang yakni di dalam kelas/sekolah siswa dikelompokkan menjadi ย kelompok A, B, dan C. Tetapi sekarang pengelompokan itu dihilangkan, demikian Prof. Manabu Sato menjelaskan. Demikian pula Finlandia dan Perancis. Ini disebabkan karena tanpa diadakan pengelompokan secara buatan pun, akan terjadi pengelompokan secara alami. Pengelompokan siswa secara buatan menjadi A, B dan C akan mengakibatkan siswa kelompok C kehilangan semangat.
ย
2.ย Kooperatif ataukah Kolaboratif?
Di dalam pendekatan kooperatif, siswa diminta bekerjasama secara berkelompok untuk menyelesaikan tugasnya. Jika kelompok sudah berhasil melaksanakan tugas, maka kelompok tersebut dianggap berhasil. Jadi targetnya adalah hasil belajar kelompok. Karena itu hasil belajar setiap siswa menjadi kabur, tidak terdeteksi. Agar hasil belajar setiap siswa nampak, maka perlu dilakukan kolaborasi. Dalam pendekatan kolaboratif, dimungkinkan terjadi saling belajar membelajarkan antar siswa sehingga pencapaian belajar siswa relatif sama (memang tidak mungkin sama). Siswa C dapat meminta bantuan ke siswa A dan siswa A hendaknya menolong siswa C sehingga siswa C penguasaannya menjadi lebih tinggi (bahkan bisa menjadi A). Ini dikatakan bahwa anak kelompok C โmelompatโ dari tidak mampu menguasai menjadi kelompok yang mampu menguasai.
Dalam rangka penugasan kelompok A meningkatkan kemampuan kelompok C, maka yang penting harus dilakukan adalah agar para siswa kelompok C yang tidak mampu mau menunjukkan keinginan untuk dibantu. Mereka harus dimotivasi agar berani meminta tolong.ย Biasanya, anak yang tidak mampu tidak mau dibantu (merasa sok tahu). Karena itu guru harus mendorong mereka agar mau meminta tolong kepada teman-temannya sendiri yang lebih memahami.
Prof Dr. Masaaki Sato (2006) dan juga Prof Manabu Sato (2006) berpendapat bahwa strategi kolaboratif dirancang agar tidak ada satupun siswa yang tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran. Melalui usaha ini, ketidakberhasilan siswa diperkecil (karena tidak mungkin meniadakannya). Tidak semua siswa mampu melompat (jump) sesuai dengan harapan guru. Golongan siswa C tidak harus semuanya ditolong oleh siswa A, tetapi harus ditangani sendiri oleh guru. Jadi guru harus memperhatikan secara langsung anak-anak yang kurang menguasai.
Di dalam pembelajaran yang menggunakan kerja kelompok siswa, maka sebaiknya setiap kelompok terdiri dari 4 orang anak. Hal ini dimaksudkan agar terjadi komunikasi yang efektif antar anggota kelompok. Kelompok hendaknya heterogen, baik berdasar jenis kelamin maupun kemampuannya.
ย
3.ย Pro Kontra Kolaboratif
Terdapat orang yang menentang proses pembelajaran kolaboratif di Jepang. Alasannya, jika anak kelompok A mengajar kelompok C, lalu kegiatan A sendiri bagaimana? Memang hal itu akan membuat kelompok C yang tidak menguasai materi pelajaran menjadi lebih menguasai dan mereka menjadi senang. Namun belum tentu kelompok A yang telah menolongnya juga senang, karena anak A akan netap โberdiri di tempatโ sementara anak kelompok lain melompat maju. Jadi hal ini akan merampas hak anak A untuk maju. Pendapat ini dimentahkan karena berdasar hasil penelitian ditunjukkan bahwa penguasaan siswa A menjadi lebih meningkat dibandingkan jika tidak dilakukan kolaboratif. Meskipun dirancang untuk meningkatkan C, tetapi dampaknya juga akan meningkatkan kemampuan kelompok A.
Hasil ini juga didukung oleh penelitian di kedokteran. Menurut penelitian ini, oleh karena C senang dan berterimakasih kepada A, maka otak A mengeluarkan dopamin. Zat ini menyebabkan si A terus mengingat apa yang telah dipelajarinya. Oleh karena si C senang, C juga mengeluarkan dopamin sehingga C juga dapat mengingat terus apa yang pernah dipelajarinya. Karena itu hubungan yang baik antara guru-siswa juga harus dibangun agar dapat saling mengeluarkan dopamin. Hubungan yang baik antara guru-siswa juga dapat meningkatkan hubungan emosional guru-siswa.
ย
4.ย Persaingan ataukah Kerjasama?
Untuk mengatasi rendahnya mutu sekolah di Jepang, terjadi perdebatan yang dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
- Kelompok persaingan, yaitu mereka yang ingin melakukan latihan soal terus menerus untuk meningkatkan kemampuan anak. Mereka yang berpikir begitu menganggap bahwa persainganlah yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan anak/sekolah.ย Menurut pendapat ini, ย apabila persaingan ditingkatkan maka masing-masing anak akan berusaha ย memecahkan soal sendiri.
- Kelompok kerjasama, yaitu mereka yang mempunyai pemikiran berlawanan dengan kelompok persaingan. Kelompok ini berpendapat bahwaย siswa yang belajar sesuatu harus berhubungan dengan pihak lain dan melalui proses belajar dengan anak/siswa lain. Konkritnya jika ada siswa belum mengetahui sesuatu, tetapi mau meminta pendapat orang lain, atau mendengar dari orang lain, maka dia akan dapat meningkatkan kemampuan diri sendiri sehingga mencapai tahapan yang lebih tinggi. Proses ini tidak akan terjadi jika ia belajar sendirian. Menurut Prof. Manabu Sato, Vighotsky (Rusia) menyatakan bahwa tingkat yang dicapai oleh diri sendiri ada pada step 1 (bawah) dan ini masih bisa ditingkatkan ke step berikutnya (step2) yang lebih tinggi. Untuk melompat ke step berikutnya (step 2) butuh bantuan orang lain.ย Kenaikan penguasaan ย dari step I ke step 2 yang tidak melalui bantuan orang lain sebetulnya belum mencapai step berikutnya.
Berikut disajikan contoh konkrit yang terjadi di sekolah yang menerapkan pembelajaran berkelompok dengan pendekatan kolaboratif. Di sekolah tersebut siswa berhasil memecahkan permasalahan akibat belajar bersama-sama dalam pembelajaran IPS untuk kelas III SMP pokok bahasan โPemilihan Umum dengan Partai Politikโ. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang siswa.
Anak-anak sebelumnya sudah mencari informasi tentang pemilihan umum dan partai politik, dan berdasarkan informasi yang dia dapat mereka berdiskusi dalam kelompok.ย Di pertengahan diskusi ada kelompok yang mengalami kebuntuan, semua anggota kelompok terdiam.ย Guru berkeliling, kemudian mendekati kelompok yang mengalami kesulitan tadi tanpa berkata sepatahpun karena guru tersebut telah mengamati dan tahu faktor apa yang membuat kebuntuan. Guru tersebut hanya mengeluarkan satu kalimat, yaitu: โSayuri, anak dari kelompok itu (sambil menunjuk Sayuri yang berada di kelompok lain, agak jauh dari kelompok yang mengalami kebuntuan ini) mengatakan begini, begini โฆโฆ..โ. Guru ini mengemukakan pendapat seorang anak sebagai pancingan (stimulus).ย Apa yang terjadi? Ternyata sungguh mengejutkan. Dari stimulus tadi (meskipun pada awalnya anak-anak dalam kelompok yang mengalami kebuntuan ini tidak begitu menanggapinya), akhirnya ada yang mulai memikirkan pendapat Sayuri, dan selanjutnya mereka mulai berdiskusi lagi, memecahkan kebuntuan, memecahkan masalah semula, dan bahkan melahirkan masalah baru.
Jadi di dalam proses pembelajaran itu berhasil membuat kelompok yang macet mencapai step berikutnya (melompat).ย Akhirnya siswa bisa saling menghargai, berhubungan, bekerjasama, merasa puas karena dapat memecahkan masalah, dapat menghargai orang lain dan menemukan masalah baru yang harus dipecahkan.ย Dari kejadian ini diperoleh 3 hal yaitu:
- Para siswa dapat memecahkan masalah partai politik, yang sebelumnya tidak mereka pahami menjadi lebih mereka pahami.
- Mereka menghargai pendapat/kemampuan teman sehingga terjadi hubungan antar teman yang saling menghargai.
- Mereka menemukan sendiri masalah baru dan berusaha memecahkan masalah baru tersebut.
Ketiga hal tersebut merupakan hal yang penting, tetapi yang lebih penting adalah bahwa ketiga hal tersebut ditentukan oleh satu kalimat guru saja. Tidak banyak kata-kata guru yang harus dihamburkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa.
Mengapa dalam mengelola kelas guru harus membuat kelompok? Guru membuat siswa berkelompok agar siswa dapat meneliti diri sendiri, dan guru harus mengamati/mengikuti proses berfikir setiap siswa, misalnya siswa sedang dalam tahapan seperti apa, apa kesulitan siswa, dsb. Guru harus mempunyai kemampuan untuk menangkap hal yang tak terungkapkan siswa. Yang penting guru tidak menggurui tetapi harus mampu menghubungkan proses pembelajaran setiap siswa agar saling belajar.ย Jadi keahlian seorang guru bukan terletak pada kemampuan untuk mengajar sesuatu, tetapi pada kemampuan mendorong setiap siswa agarย dapat belajar dengan siswa lain.
Leave a Reply