Wednesday, 19 March 2025
above article banner area

Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

1. Deskripsi Tanaman

Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) adalah tanaman obat potensial yang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Tanaman ini berasal dari dataran Cina dengan nama asalnya adalah Dheng shan chi, di Inggris disebut madeira vine. Sinonim Boussingaulatia gracilis Miers. Boussingaultia cordifolia Boussingaultia basselloides. Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) termasuk dalam famili Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat yang mempunyai potensi besar ke depan untuk diteliti, karena dari tanaman ini masih banyak  yang perlu digali sebagai bahan fitofarmaka. Tanaman ini berasal dari Cina dan menyebar ke Asia Tenggara. Di Indonesia tanaman ini dikenal sebagai gendola yang sering digunakan sebagai gapura yang melingkar di atas jalan taman. Tanaman merambat ini perlu dikembangkan dan diteliti lebih jauh. Terutama untuk mengungkapkan khasiat dari “`bahan aktif yang dikandungnya. Berbagai pengalaman yang ditemui di masyarakat, binahong dapat dimanfaatkan untuk membantu proses penyembuhan penyakit-penyakit berat (Manoi, 2009)

Tanaman binahong berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial), bisa mencapai panjang +/- 5 m. Akar berbentuk rimpang, berdaging lunak. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 – 10 cm, lebar 3 – 7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan. Bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm, berbau harum. Perbanyakan generatif (biji), namun lebih sering berkembang atau dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya. (Mus, 2009)

 

 

2. Klasifikasi Tanaman Binahong

Klasifikasi tanaman binahong Anredera cordifolia(Ten.) Steenis. Menurut situs http://www.plantamor.com.adalah :

Kingdom                     : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom                : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi                 : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi                           : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas                           : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas                    : Hamamelidae

Ordo                            : Caryophyllales

Famili                          : Basellaceae

Genus                          : Anredera

Spesies                         : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

3. Kandungan dan Kegunaan Tanaman Binahong

Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan, secara empiris binahong dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dalam pengobatan, bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari akar, batang, daun, dan bunga maupun umbi yang menempel pada ketiak daun. Tanaman ini dikenal dengan sebutan Madeira Vine dipercaya memiliki kandungan antioksidan tinggi dan antivirus. Tanaman ini masih diteliti meski dalam lingkup terbatas. Percobaan pada tikus yang disuntik dengan bahan ekstrak dari binahong dapat meningkatkan daya tahan tubuh, peningkatan agresivitas tikus dan tidak mudah sakit. Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan tanaman ini adalah: kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh, (Manoi, 2009)

Menurut Tshikalange et al., (2005). ekstrak air akar binahong dengan dosis 50 mg/ml memiliki daya hambat terhadap bakteri Gram-positif (B.pumilus,B.subtilis dan S.aureus) serta pada bakteri Gram-negatif (Enterobacter cloacae, E.coli, Klebsiella pneumonia, Serratia marcescens, dan Enterobacter aerogenes) pada dosis 60 mg/ml, tetapi tidak pada bakteri B.sereus.

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak daun Binahong terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 25 % yang setara dengan 250 mg/ml. Sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa KHM pada konsentrasi 50% setara dengan 500 mg/ml. Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak daun Binahong terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 50% setara dengan 500 mg/ml, sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 100% setara dengan 1000 mg/ml. (Mufid K, 2010)

Rachmawati (2007) telah melakukan skrining fitokimia daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten ) Steenis dengan melakukan maserasi terhadap serbuk kering daun dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol didapatkan kandungan kimia berupa saponin triterpenoid, flavanoiod dan minyak atsiri. Rochani (2009). melakukan ekstraksi dengan cara maserasi daun binahong dengan menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat dan etanol, setelah dilakukan uji tabung ditemukan kandungan alkaloid, saponin dan flavanoid, sedangkan pada analisisa secara KLT ditemukan senyawa alkaloid, saponin dan flavanoid. Setiaji (2009) telah melakukan ekstraksi pada rhizome binahong dengan pelarut etil asetat, petroleum eter, dan etanol 70% di dapatkan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol. Pada ekstrak dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 2 % dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus. Selain itu juga dijelaskan (Uchida, et al.,2003) bahwa di dalam daun binahong terdapat aktifitas antioksidan, asam askorbat dan total fenol yang cukup tinggi.

4. Zat Antimikroba Tanaman Binahong

 

Flavonoid

Flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, menthanol, butanol, aseton, dan lain-lain. (Markham,1988). Flavanoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavanoid, Gula yang terikat pada flavanoid mudah larut dalam air (Harbone,1996). Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Nurachman (2002) menambahkan bahwa senyawa-senyawa flavanoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. bahwa Senyawa flavanoid dan turunanya memilki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antimikroba) dan anti virus bagi tanaman. Ditambahkan oleh De Padua, et al., (1999) bahwa flavanoid mempunyai bermacam-macam efek yaitu, efek anti tumor, anti HIV, immunostimulant, analgesik, antiradang, antifungal, antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikemik dan sebagai vasolidator.


Saponin

Saponin dibedakan sebagai saponin triterpenoid dan saponin steroid. Saponin triterpenoid umumnya tersusun dari sistem cincin oleanana atau ursana. Glikosidanya mengandung 1-6 unit monosakarida (Glukosa, Galaktosa, Ramnosa) dan aglikonnya disebut sapogenin, mengandung satu atau dua gugus karboksil. (Louis, 2004). Robinson (1995) menyatakan saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba dan saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik dan digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan. Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter.

Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering bersifat racun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya terwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harbone,1987)

Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995)

Terpenoid

Terpenoid atau isoprenoid merupakan salah satu senyawa organik yang hanya tersebar di alam, yang terbentuk dari satuan isoprena ( CH3=C(CH3)- CH=CH2). Senyawa terpenoid merupakan senyawa hidrokarbon yang dibedakan berdasarkan jumlah satuan isoprena penyusunnya, group metil dan atom oksigen yang diikatnya (Robinson, 1995)

Terpenoid banyak ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi sebagai minyak atsiri yang memberi bau harum dan bau khas pada tumbuhan dan bunga. Selain itu terpenoid juga terdapat dalam jamur, invertebrata laut dan feromon serangga. Sebagian besar terpenoid ditemukan dalam bentuk glikosida atau glikosil ester (Thomson,1993)

Terpenoid dari tumbuhan biasanya digunakan sebagai senyawa aromatik yang menyebabkan bau pada eucalyptus, pemberi rasa pada kayu manis, cengkeh, jahe dan pemberi warna kuning pada bunga. Terpenoid tumbuhan mempunyai manfaat penting sebagai obat tradisional, anti bakteri, anti jamur dan gangguan kesehatan (Thomson, 2004)

Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan senyawa volatil yang dihasilkan oleh jaringan tertentu suatu tanaman, baik berasal dari akar, batang, daun, kulit, bunga, bijibijian. bahkan putik bunga (Rahmawati, 2000). Pada umumnya minyak atsiri mempunyai ciri-ciri mudah menguap pada suhu kamar, mudah mengalami dekomposisi, memiliki bau harum sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Guenther, 1987). Sedangkan menurut Nurhayati (2004) minyak atsiri merupakan komponen campuran dari bahan-bahan yang wangi atau campuran dari bahan wangi dengan bahan yang tidak berbau. Komponen yang wangi merupakan senyawa kimia murni yang menguap pada kondisi normal.

Ajizah (2004) menjelaskan, minyak atsiri berperan sebagai antibakteri dengan cara menggangu proses terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami penguraian, diikuti penetrasi fenol kedalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis.(Parwata, et al., 2008).

 

Tanin

Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul antara 500-3000 dalton yang diduga berperan sebagai antibakteri, karena dapat membentuk kompleks dengan protein dan interaksi hidrofobik (Makkar,1991)

Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson,1995). Tanin terkondensasi terdapat dalam paku-pakuan, gimnospermae dan angiospermae, terutama pada jenis tumbuh-tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis penyebaranya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harbone, 1984)

Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanismenya adalah dengan merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan ikatan senyawa kompleks terhadap enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu ikatan kompleks tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. (Akiyama, et al., 2001). Ajizah, (2004) menjelaskan, aktivitas antibakteri senyawa tanin adalah dengan cara mengkerutkan dinding sel atau membran sel, sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhanya terhambat atau bahkan mati.

Share
below article banner

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *