Bersyukur

Kegembiraan batin, karena merasakan nikmat atas karunia yang datang dari Allah, maka itulah sesungguhnya bersyukur. Mudah dilakukan, akan tetapi ternyaa tidak semua orang berhasil meraihnya. Dikatakan dalam kitab suci al Qurán , bahwa hanya sedikit orang-orang yang bisa mensyukuri nikmat Allah.

  Disebutkan pula di dalam al Qurán bahwa,   jika nikmat itu disyukuri maka akan ditambah, akan tetapi  sebaliknya,  jika kufur atas nikmat itu, maka adzab Allah sangat pedih. Oleh karena itu, lagi-lagi memang bersyukur ternyata tidak mudah, hingga ancaman Allah terhadap orang-orang yang  kufur  nikmat sedemikian berat.   Selanjutnya, tidak sedikit orang mendapatkan  nikmat yang melimpah, berupa apa saja. Mulai berhasil menempuh pendidikan tinggi, mendapatkan jabatan, kekayaan, popularitas, dan apa saja,  akan tetapi ternyata, gagal dalam mensyukuri nikmat itu. Apa yang didapatkan,  tidak mebuat hatinya gembira. Semua hal yang datang pada dirinya dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Tidak disyukuri dan dianggap sesuatu itu,   memang seharusnya datang.   Kemampuan bersyukur tidak selalu dimiliki oleh orang-orang yang terdidik, banyak pengalaman, berpengetahuan luas, orang-orang yang berpangkat tinggi. Rasa syukur tidak selalu berkorelasi dengan itu semua.  Bisa terjadi,  orang tidak berpendidikan,  berpengetahuan terbatas, dan bahkan hanya memiliki sedikit harta, namun  berhasil  mensyukuri nikmat yang diterimanya.   Sehingga untuk bersyukur,  tidak perlu menunggu ketika sudah kaya, berpendidikan tinggi dan sudah berumur panjang. Orang miskin pun bisa menyukuri nikmat yang diterimanya. Demikian pula, orang berpendidikan rendah, lebih dahulu melakukannya daripada orang berpendidikan tinggi. Demikian pula orang miskin, dengan keadaan seadaannya, mampu menyatakan kegembiraan dan kebahagiaannya atas nikmat yang diterimanya, dan begitu juga sebaliknya,  orang kaya.   Terkait dengan bersyukur, bangsa ini  rasanya masih harus belajar banyak. Negeri  ini sebenarnya, dibanding dengan negara-negara  lain di dunia, sangat kaya raya.  Apa saja ada. Wilayahnya demikian luas. Bayangkan saja, dari ujung barat di Aceh  hingga ujung timur di Jaya Pura, jika ditempuh dengan pesawat udara, ——-tanpa henti, memerlukan waktu   antara  delapan  sampai Sembilan jam. Jarak itu, adalah hampir  sama  dengan antara Surabaya-Jeddah.   Sepanjang wilayah itu,  terdiri atas pulau-pulau yang amat subur dan indah. Di antara beberapa kepulauan itu, di sana-sini dipisahkan oleh laut yang luas. Semua jenis kekayaan  di sepanjang wilayah itu  tersedia. Berbagai jenis tambang, mulai dari minyak bumi, gas, emas, intan,  biji besi, batu bara, semua tersedia. Tanah pertaniannya subur dan demikian pula hutan ada di mana-mana.   Namun sayangnya, sehari-hari , lebih-lebih pada akhir-akhir  melalui berbagai media, kita ketahui banyak orang mengeluh. Mereka mengeluhkan apa saja, tentang jumlah kemiskinan yang cukup besar, pendidikan yang belum merata, tidak sedikit pejabat pemerintah yang korup, pengangguran yang semakin banyak, kebodohan yang sulit diatasi dan seterusnya.   Merenungkan tentang kenyataan itu, jangan-jangan,  semua itu disebabkan oleh suasana batin yang tidak bersyukur.  Keterbatasan rasa syukur  menjadikan semua hal dirasakan serba kurang. Sehingga akibatnya muncul sifat tamak, rakus, serba merasa berkekurangan, dan sebaliknya juga  semakin tumbuh subur sifat kikir, bakhil, tamak dan bahkan juga saling curiga, konflik, dan bahkan juga berebut dan bertengkar. Akhirnya, kedamaian menjadi sedemikian mahalnya.     Sifat-sifat seperti dikemukakan itu pada gilirannya  melahirkan semangat menguasai secara berlebihan, baik dalam politik, ekonomi, sosial maupun lainnya.  Maka korupsi, kolusi, dan nepotisme muncul  di semua level masyarakat.  Mereka yang kuat menumpuk kekuatannya, sebaliknya yang miskin bertambah miskin dan menderita. Keadaan semacam  itu, ——-sebagian atau justru semuanya,  sebenarnya diakibatkan oleh miskin rasa syukur itu. Maka, semogalah di akhir Ramadhan ini,  banyak orang berhasil  mensyukuri nikmat yang diterimanya.   Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share