Kelemahan Mendasar Bangsa Ini

Dasar orang mencari untungnya sendiri, maka sifat buruk pun dimanfaatkan. Dalam perbincangan santai,  seorang kawan bercerita, bahwa suatu ketika, ia  ke Belanda. Baru pertama kali,  ia ke negeri kincir angin itu. Setelah jalan-jalan keliling negeri yang pernah menjajah Indonesia, ia memberikan komentar, ternyata negeri Belanda tidak terlalu luas. Komentar yang sesungguhnya hanya basa-basi itu ditanggapi oleh salah seorang Belanda yang mendengarkan. Katanya, bahwa  sekalipun kecil dan sempit, bangsanya pernah menjajah negeri orang, —–yang dimaksud adalah Indonesia,  tidak kurang dari 300 tahun lamanya.

  Ejekan itu tidak menjadikan orang Indonesia tersebut  marah, karena memang kenyataan benar seperti itu. Malah dia balik bertanya, apa rahasia orang Belanda yang digunakan, hingga berhasil menjajah sekian lama. Orang Belanda tersebut  menjelaskan bahwa orang Indonesia, umumnya memiliki dua sifat yang merugikan dirinya sendiri. Kedua sifat itu ialah  dengki dan kedua, tidak punya percaya diri. Kedua sifat itulah yang dimanfaatkan.   Sifat dengki itu, katanya, sangat mudah ditemukan. Ketika ada temannya sukses dan mendapatkan untung,  biasanya yang lain tidak menyukai. Orang Indonesia pada umumnya lebih suka jika selalu bersama-sama, sekalipun sama-sama miskin dan menderita. Jika ada di antara sesama temannya sukses, maka  akan dibenci. Kalau perlu, diganggu agar segera jatuh. Sifat seperti itu, katanya ada di semua lapisan masyarakat, tidak terkecuali di kalangan para elitenya. Jika terjadi pilihan pimpinan, di tingkat apa saja, dan pihak pemenangnya masih ada celah kelemahan, maka titik lemah itu digunakan untuk menjatuhkannya.   Sifat negative seperti itu ternyata dimanfaatkan oleh orang Belanda. Oleh Belanda, sebagian orang diuntungkan, agar yang lain membenci. Hasilnya, di antara mereka  terjadi saling bermusuhan dan saling menjatuhkan. Tanpa berbuat apa-apa, Belanda sudah mendapatkan keuntungan. Antar kelompok  sudah bertengkar dan akhirnya lemah sendiri. Dengan cara itu, Belanda tidak perlu capek-capek. Sekalipun jumlah mereka tidak seberapa, tetapi selalu berhasil menguasai dan menang. Cara itu dikenal dengan strategi  devide et impera.   Sifat buruk selanjutnya, adalah rasa tidak percaya diri dan selalu takut. Sifat itu ditunjukkan dengan selalu membawa senjata ke mana-mana. Orang Jawa selalu membawa keris, orang  Madura membawa celurit, dan lainnya membawa belati dan seterusnya. Senjata itu menggambarkan bahwa, mereka tidak punya rasa percaya diri, dan selalu merasa tidak aman. Orang lain selalu dianggap musuh dan harus dikalahkan. Mindset mereka adalah persaingan dan bahkan permusuhan. Padahal kemajuan itu,  selalu berkat  dari adanya kerjasama.   Mendengar cerita itu, saya sempat berpikir lama, jangan-jangan sifat-sifat itu masih dimiliki oleh sebagian besar bangsa ini sampai sekarang. Namun kekhawatiran itu ternyata tidak sulit dibuktikan.  Para tokoh atau elite politik, dan bahkan juga organisasi sosial keagamaan pun,  di mana-mana masih saja berebut dan konflik, sekalipun  pemilu,  pilkada, kongres, atau muktamar sudah lama berlangsung.   Saya berpikir, jangan-jangan berebut dan konflik itu sebagai wujud dari warisan sifat yang tidak terpuji tersebut. Sekalipun sudah dilakukan pemilihan secara demokratis, tetapi ternyata masih ada saja pihak-pihak yang tidak mau menerima kekalahan, dan kemudian selalu mengganggu pihak yang menang. Mereka tidak suka jika lawannya sukses, dan sebaliknya senang kalau mereka sama-sama kalah.   Tanpa harus membenarkan cerita dari Belanda tersebut, saya seringkali juga menyaksikan peristiwa-peristiwa serupa itu. Ada saja orang, jika temannya sukses, malah tidak disambut dengan kegembiraan dan diberi ucapan selamat. Sebaliknya Jika ada teman, atau apalagi saingannya berhasil, maka  dianggap sebagai kegagalan dirinya. Padahal semestinya, antar sesama harus saling mendorong atau memperkukuh, hingga meraih keberhasilan bersama. Jika untuk sementara, baru temannya yang sukses, maka keberhasilan itu mestinya dijadikan modal atau kekuatan untuk meraih keberhasilan lainnya.   Islam mengajarkan agar di antara sesama, dan lebih-lebih sesama muslim saling memperkukuh atau memperkuat. Di antara sesama hendaknya saling yasuddu ba’dhuhum ba’dha. Ajaran itu sedemikian indahnya, tetapi sayang yang terjadi, termasuk di kalangan umat Islam masih sebaliknya, yaitu saling bercerai berai. Inilah sebenarnya problem umat,  termasuk problem bangsa ini secara keseluruhan. Akibatnya, sekalipun negeri ini sangat kaya, memiliki kekayaan alam yang luar biasa jumlahnya, tetapi kekayaan itu baru digunakan untuk membiayai konflik yang tidak ada hentinya. Mudah-mudahan, hal itu segera disadari, lebih-lebih oleh para elitenya. Wallahu a’lam    

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share